SEKILAS TENTANG SENI BANGUN DI INDONESIA

Arsitektur, sebagai salah satu ilmu seni dalam bangunan terdiri dari tiga komponen pokok: kegunaan, stability dan beauty. Sebuah bangunan akan kehilangan makna jika tidak didukung oleh faktor estetika atau keindahan. Ciri khas dari suatu bangunan sangat tergantung kepada si pembuat yakni arsitek. Ia menyusun dan menyatukan berbagai aspek menjadi suatu karya yang berbobot. Ia mungkin menyerap ide-ide yang bersifat enviromental, structural ataupun decorative, dan itulah kemudian berwujud seni yang menghasilkan desain yang indah.

Ada berbagai faktor yang memberi bobot estetis pada kualitas arsitektur. Salah satunya adalah tata lingkungan (site). Bangunan hendaknya didirikan pada site yang memenuhi nilai estetis dan didukung oleh latar belakang yang menunjang keindahan. Karya seni bangunan Indonesia pada zaman Islam meliputi bangunan-bangunan masjid dan makam sebagai bangunan sakral dan bangunan istana atau bangunan tempat tinggal tokoh terkemuka dalam masyarakat sebagai bangunan profan. Pada dasarnya Islam tidak melahirkan tradisi seni baru di Indonesia. Maka dalam karya sini bangun pada zaman pemulaan Islam unsur-unsur seni bangunan pra Islam masih menjadi modal dalam meneruskan konsep seni bangunan, baik teknis maupun estetis. Tradisi seni bangunan kayu sudah dikenal sejak lama sesuai dengan keadaan alam Indonesia yang kaya akan berbagai jenis kayu. Pada zaman Hindu tradisi ini mencapai puncak perkembangannya dan menghasilkan peraturan-peraturan seni bangunan sesuai dengan perkembangan kebudayaan pada waktu itu. Tradisi seni bangunan kayu dari zaman Islam ini dapat bertahan terus sampai datangnya pengaruh seni bangunan batu yang dibawa oleh kebudayaan Barat yang masuk Indonesia. Istana raja-raja di Solo, Yogya dan Cirebon adalah contoh-contoh bagaimana tradisi seni bangunan kayu telah mengalami peneyempurnaan dengan unsur-unsur seni bangunan yang berasal dari kebudayaan Barat.

Di dalam makalah ini dicontohkan dalam bangunan tradisi Jawa. Jenis bangunan tradisionil ini pada dasarnya sama dengan bangunan kraton meskipun pada istana susunan tat ruang dengan tata halaman lebih luas dan lebih kompleks sesuai dengan status simbolnya. Orientasi bangunannya adalah arah utara untuk kota; selatan sebagai tempat pertemuan upacara tertentu; timur sebagai tempat keagamaan; dan barat sebagai tempat tinggal pejabat.Tata ruang dari seluruh bangunan meliputi bagian-bagian pendopo, priggitan, griyo ageng, pawon, dan gandok.

Pendopo, merupakan bagian terdepan bagian terdepan dari seluruh bangunan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan. Peringgitan, merupakan bagian terbuka dibelakang pendopo yang menghubungkan pendopo dengan griyo ageng dan berfungsi sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang sesuai dengan arti kata peringatan. Griyo ageng, adalah bangunan utama dimana keluarga berdiam. Pawon, adalah ruang dapur yang biasanya terdapat dibelakang griyo ageng. Gandok, adalah bagian yang terdapat di sisi griyo ageng dan dipakai untuk kamar keluarga besar.

Dalam bangunan tradisionil Jawa dikenal 10 tipe yang berbeda dalam bentuk dan konstruksi sesuai dengan keadaan ruang. Kesepuluh tipe atap tersebut ialah limasan, joglo, kutuk ngambang, tajug, kampung, dara gepak, klabang nyander, srotong, dan panggang epe. Yang paling terkenal dan biasa dipakai sebgai atap pada bangunan istana ialah limas, srotong, dan joglo.


Category:

0 komentar: