SENI ARSITEKTUR JAWA LAMA DIKAITKAN DENGAN KEPERCAYAANNYA

Di dalam kepercayaan Jawa khususnya saat membangun suatu bangunan, yaitu rumah diperlukan pengetahuan tentang tanah. Tanah yang baik menurut orang Jawa mempunyai beberapa pengertian, antara lain:
  1. Gasik, yaitu tanah yang tidak berlumpur dalam musim penghujan dan tidak pecah atau nelo dalam musim kemarau.
  2. Eloh, yaitu tanah yang gemuk, artinya tanah yang baik untuk bertaman buah-buahan atau pepohonan.
  3. Jujugan, yaitu suatu istilah yang pada jaman sekarang ini adalah strategis.
  4. Reja, yaitu tanah yang sekitarnya ramai, misalnya di tepi jalan besar.
  5. Ayem atau tenteram.
  6. Lempar, yaitu tanah yang datar dan luar tidak berbukit-bukit.

Sedangkan untuk jenis atau macam-macam tanah menurut letaknya dalam beberapa pengertian, antara lain:

  1. Siti Bathara, yaitu tanah yang miring kea rah utara. Penghuninya banyak rejeki dan suka berdema.
  2. Siti Manikmaya, yaitu tanah yang miring arah timur, penghuninya hidup rukun.
  3. Siti Bathari, yaitu tanah yang miring keselatan, penghuninya dicintai oleh tetangga dan senantiasa siap sedia untuk memberikan pertolongan.
  4. Siti Sri Sadana, yaitu tanah yang miring ke barat, suami istri sering bertengkar tidak dapat hidup rukun dengan tetangga dan sanak keluarga.
  5. Siti Sri Kamumul, yaitu tanah yang letaknya di tepi sungai, penghuninya tidak kekurangan sandang pangan.
  6. Siti Tegawarna, yaitu tanah yang dilingkari sungai, disebelah barat ada gunung. Penghuninya hidup rukun.
  7. Siti Rajamala, yaitu tanah yang dilingkari kali, sehingga merupakan sebuah pula, penghuninya sering kematian sanak keluarganya.
  8. Siti Bojanalaya, yaitu disebelah belakang terdapat sebelah sungai, penghuninya tidak kekurangan, tetapi mudah menderita sakit.
  9. Siti Resi Brawala, yaitu disebelah depan ada sebuah sungai, penghuninya tidak dapat hidup damai, juga dengan tetangga dan kawan-kawannya. Tetapi kalau penghuninya suka beribdah maka akan dicintai orang banyak.
  10. Siti Sri Parwita, yaitu di depan dan belakang ada sebuah sungai, penghuninya senantiasa menagalami kemalangan hidup, banyak musuhnya, tetapi dapat mempertahankan diri, jika dia dapat berhasil dalam usahanya dan bertahan, akan menjadi orang yang terpandang.
  11. Siti Mrananggana, yaitu di depan rumah ada jurang, sungguh pun penghuninya mempunyai banyak uang tetapi mereka senantiasa hidup dalam kesukaran.
  12. Siti Songsong Buwana, yaitu Dikitari gunung, penghuninya berpandangan luas dan tidak mudah ditipu orang, dicintai orang, banyak orang dating minta petunjuk untuk menyelesaikan persoalannya, kalau dipuji orang akan menjadi sombong.
  13. Siti Kala Mretyu, yaitu letaknya disekat rawa, kali, sawah, dan lautan, banyak kecewa dalam harapannya dan merasa takut, sering mendapat kesukaran, kerusakan dan rugi yang banyak dalam berdagang, kesehatan sering terganggu, hanya dengan susah payah mendapatkan mata pencaharian, ada kalanya dia harus meninggalkan tempat kelahirannya untuk mencari pekerjaan di kota lain.
  14. Siti Arjuna Wibawa, yaitu di sebelah barat laut ada gunung. Disebelah selatan ada yanah datar dan ada sebuah sungai yang mengalir dari sebelah barat ke timur. Penghuninya akan mujur dalam usahanya.
  15. Siti Langu Puwala, yaitu dibatasi oleh jurang-jurang, penghuninya akan hidup sebagai Pertapa atau ahli tirakat.
  16. Siti Dandang Kekalangan, yaitu tanah bekas kuburan atau ada kuburan di dekatnya penghuninya tidak akan tenteram hidupnya.

Di dalam makalah ini dicontohkan dalam bangunan tradisi Jawa. Jenis bangunan tradisionil ini pada dasarnya sama dengan bangunan kraton meskipun pada istana susunan tat ruang dengan tata halaman lebih luas dan lebih kompleks sesuai dengan status simbolnya. Orientasi bangunannya adalah arah utara untuk kota; selatan sebagai tempat pertemuan upacara tertentu; timur sebagai tempat keagamaan; dan barat sebagai tempat tinggal pejabat.Tata ruang dari seluruh bangunan meliputi bagian-bagian pendopo, priggitan, griyo ageng, pawon, dan gandok.

Pendopo, merupakan bagian terdepan bagian terdepan dari seluruh bangunan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan. Peringgitan, merupakan bagian terbuka dibelakang pendopo yang menghubungkan pendopo dengan griyo ageng dan berfungsi sebagai tempat mengadakan pertunjukan wayang sesuai dengan arti kata peringatan. Griyo ageng, adalah bangunan utama dimana keluarga berdiam. Pawon, adalah ruang dapur yang biasanya terdapat dibelakang griyo ageng. Gandok, adalah bagian yang terdapat di sisi griyo ageng dan dipakai untuk kamar keluarga besar.

Macam-macam bentuk rumah tradisional Jawa, antara lain:

a. Rumah Joglo f. Rumah Klabang

b. Rumah Limasan g. Rumah Srotongan

c. Rumah Sinom h. Rumah Kutuk Ngambang

d. Rumah Kampung i. Rumah Tajug

e. Rumah Dara Gepak j. Rumah Panggang Pe

Akan tetapi dengan kenyataannya berdasarkan sejarah perkembangannya bentuk rumah tempat tinggal dibagi menjadi 4 macam, yaitu Panggang Pe, Kampung, Limasan, dan Joglo.

Rumah Panggang Pe sekarang ini dapat kita lihat seperti bangunan yang disebut dengan cakruk. Model rumah ini hanyalah didukung dengan memiliki 1 empyak saja dan 4 hingga 6 buah saka. Bangunan panggang pe ini merupakan bangunan pertama yang dipakai orang jawa untuk berlindung dari gangguan angin, dingin, panas matahari, dan hujan.

Rumah Kampung, atapnya terdiri atas 2 empyak besar. Ujungnya ditutup dengan dinding segitiga yang disebut dengan tutup keong.yang menjadi patokan bangunan ini adalah blandar-pengeretnya. Perbedaan bangunan ini dengan limasan adalah rumah kampung bentuknya geometrik dari atapnya adalah atap pelana sedangkan tie limasan atapnya memiliki bentuk atap perisai atau atap limas.

Rumah Limasan mempunyai atap yang terdiri atas 2 empyak besar serongan dan 2 empyak kecil segitiga.

Rumah Joglo disebut juga rumah tikelan. Disebut demikian karena atap rumah tersebut seakan-akan tikel atau patah menjadi 3 bagian. Bagian yang terbatas itulah sebetulnya yang bernama joglo atau brunjung. Brunjung itu ditepang oleh 4 batang utama, sokoguru namanya. Dibanding dengan tiang-tiang lainnya, sokoguru itu berukuran yang terpanjang dan terbesar. Sokoguru itu didirikan diatas landasan dibuat dari batu, Ompak namnya. Jumlah tiang pada rumah joglo tidak tanggung-tanggung banyaknya, yaitu: 4 batang sokoguru, 12 batang soko penanggap, dan 20 sokorowo, atau jumlah seluruhnya ada 36 batang. Lantai yang dibatasi dengan soko penanggap, jerambah, lebih tinggi daripada bagian yang mengitarinya.


Category:

0 komentar: